Senin, 12 Juli 2010

ADMINISTRASI PUBLIK

Etika berasal dari kata Yunani “ Ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat. Identik dengan perkataan moral yang berasal dari kata latin “Mos” yang bentuk jamaknya “ Mores” yang berarti juga adat atau cara hidup.


Poedjawijatna (1972:3), mengatakan bahwa etika merupakan cabang dari filsafat. Etika mencari kebenaran dan sebagai filsafat ia mencari keterangan yang sedalam-dalamnya. Sebagai tugas tertentu bagi etika, ia mencari ukuran baik-buruknya bagi tingkah laku manusia. Etika hendak mencari, tindakan manusia manakah yang baik manakah yang tidak baik atau buruk.

Selanjutnya definisi etika menurut Bratawijaya(1992:243), adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak atau moral. Selanjutnya Bratawijaya membagi dua jenis etika yaitu:

1. Etika umum adalah menyajikan suatu pendekatan yang teliti mengenai normr-norma yang berlaku umum bagi setiap warga masyarakat. Etika umum terdiri dari atas tiga bagian norma yaitu norma santun, norma hukum dan norma moral.

2. Etika khusus adalah penerapan etika umum dalam kegiatan profesi misalnya etika dosen, etika sekretaris, etika dokter etika bisnis dan etika pelayanan

Administrasi adalah pekerjaan terencana yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam bekerjasama untuk mencapai tujuan atas dasar efektif, efisien dan rasional. Administrasi mempunyai dua dimensi yaitu:

1. Dimensi karakteristik, yang terdiri atas:

- Efisien berarti bahwa tujuan dari pada administrasi adalah untuk mencapai hasil secara efektif dan efisien. Dengan kata lain bahwa pencapaian tujuan administrasi dengan hasil yang berdaya berhasil guna dan berdaya guna.jelasnya yang dimaksud efisien adalah perbandingan yang terbaik antara input dan output atau perbandingan antara pengeluaran dan keuntungan.

- Efektifitas berarti bahwa tujuan yang telah direncanakan sebelumnya dapat tercapai atau dengan kata sasaran tercapai karena adanya proses kegiatan.

- Rasional berarti bahwa tujuan yang telah dicapai bermanfaat untuk maksud yang berguna, tetapi tentu saja yang dilakukan dengan sadar atau sengaja.



2. Dimensi unsur-unsur

- Adanya tujuan atau sasaran yang ditentuka sebelum melaksanakan suatu pekerjaan.

- Adanya kerjasama baiksekelompok orang atau lembaga pemerintah maupun lembaga swasta.

- Adanya sarana yang digunakan oleh sekelompok atau lembaga dalam melaksanakan tujuan yang hendak dicapai.

Publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.



B. Etika Administrasi Publik



Administrasi publik adalah kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok orang atau lembaga dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dalam memenuhi kebutuhan publik secara efisien dan efektif. Administrasi publik sebagai disiplin ilmu bertujuan untuk memecahkan masalah publik melalui perbaikan-perbaikan terutama dibidang organisasi, sumber daya manusia dan keuangan. Administrasi publik bersifat konkrit dan harus mewujudkan apa yang diinginkan publik. Hal ini menjadi masalah yaitu bagaimana menghubungkan gagasan administrasi seperti keteraturan, efisien, kemanfaatan dan kinerja yang dapat menerapkan etika dalam praktiknya. Bagaimana mewujudkan yang baik dan menghindari yang buruk dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab administrator.

Menurut Chandler & Plano, dalam etika terdapat empat aliran utama yaitu:

- Empirical theory berpendapat bahwa etika di turunkan dari pengalaman manusia dan persetujuan umum. Dalam konteks ini penilaian tentang “baik” dan “buruk” tidak terlepas atau terpisahkan dari fakta dan perbuatan yang dirasakan.

- Rational theory berasumsi bahwa baik atau buruk sangat tergantung dari rasioning atau alasan dan logika yang melatarbelakangi suatu perbuatan, bukan pengalaman. Dalam konteks ini, setiap situasi dilihat sebagai suatu yang unik dan membutuhkan penerapan yang unik pula tentang baik atau buruk.

- Intuitive theory berasumsi bahwa etika tidak harus berasal dari pengalaman dan logika, tetapi manusia secara alamiah memiliki pengalaman tentang apa yang benar dan salah, baik dan buruk. Teori ini menggunakan hukum moral atau “natural moral law”.

- Relevation theory berasumsi bahwa yang benar atau salah berasal dari kekuasaan di atas manusia yaitu Tuhan sendiri. Dengan kata lain apa yang dikatakan Tuhan (dalam berbagai kitab suci) menjadi rujukan utama untuk memutuskan apa yang benar dan apa yang salah.

Disamping keempat aliran diatas, yang sering di pertentangkan dalam administrasi publik karena pengaruhnya kepada administrator adalah:

- Pendekatan teleologis atau utilitarianisme yang merupakan pendekatan yang berorientasi kepada tujuan dan difokuskan kepada akibatnya.

- Deontologist merupakan salah satu cabang etika yang menekankan tugas, kewajiban, tanggungjawab dan prinsip-prinsip yang harus diikuti. Deontology dikritik karena lebih menekankan rasionalitas, dan tidak memperhatikan unsur manusianya. Karenanya, sering dinilai sebagai etika dangkal.

- Virture Ethics berasal dari bahasa Yunani kuno, yang muncul sebagai reaksi terhadap aliran utilitarianisme dan deotologi. Berdasarkan aliran ini, baik atau buruk, benar atau salah tidak tergantung dari akibat atau konsekuensi, atau dari kewajiban dari prinsip yang harus ditaati.dengan kata lain, subtansi dari etika atau moral ini tidak dapat dipahami dengan memprediksi hasol atau akibat, atau kesesuaian dengan kewajiban, tetapi dipahami dari “internal imperative to do right”. Hal-hal yang perlu ditekankan adalah keharusan untuk berbuat baik, tidak karena dorongan mendapatkan hasil atau keharusan mengikuti kewajiban atau prinsip yang telah ditentukan.

Dari gambaran tentangb pergeseran paradigm etika pelayanan publik dapat disimpulkan bahwa selama ini etika dan moralitas sudah mendapatkan perhatian yang serius dalam dunia administrasi publik. Tiga hal pokok yang menarik perhatian dalam paradigm ini yaitu (1) proses menguji dan mempertanyakan standar etika dan asumsi, secara independen; (2) isi standar etika yang seharusnya merefleksikan nilai-nilai dasar masyarakat dan perubahan standar tersebut baik sebagai akibat dari penyempurnaan pemahaman terhadap nilai-nilai dasar masyarakat, maupun sebagai akibat dari munculnya masalah-masalah baru dari waktu ke waktu; (3) konteks birokrasi dimana para administrator bekerja berdasarkan tujuan birokrasi dan peranan yang dimainkan mereka, yang dapat mempengaruhi otonomi mereka dalam beretika.



C. Implementasi Nilai-Nilai Etika



Implementasi etika dan moral dalam praktik dapat dilihat dari kode etik yang dimiliki oleh administrator publik. Banyak yang berpendapat bahwa nilai-nilai agama dan etika moral pancasila sebenarnya sudah cukup untuk menjadi rujukan dalam melaksanakan pekerjaan, dan yang menjadi masalah sebenarnya adalah bagaimana im plementasi nilai-nilai tersebut. Pendapat tersebut tidak salah, tetapi harus diakui bahwa tidak adanya kode etik ini memberikan peluang bagi para pemberi pelayanan untuk mengenyampingkan kepentingan publik. Kehadiran kode etik ini sendiri lebih berfungsi sebagai kontrol langsung sikap dan perilaku dalam bekerja, mengingat tidak semua aspek dalam suatu organisasi pelayanan publik.

Kode etik tidak hanya sekedar bacaan, tetapi juga diimplementasikan dalam melakukan pekerjaan, dinilai tingkat implementasinya melalui mekanisme monitoring, kemudian dievaluasi dan diupayakan perbaikan melalui consensus. Komitmen terhadap perbaikan etika ini perlu ditunjukkan, agar publik mendapatkan kepercayaan dari pihak pemberi pelayanan sungguh-sungguh akuntabel dalam melaksanakan kegiatan pelayanan publik.

Di Amerika Serikat misalnya, kesadaran beretika dalam pelayanan publik telah begitu meningkat sehingga banyak profesi pelayanan publik telah menetapkan kode etiknya. Salah satu contoh yang relevan dengan peleyanan publik adalah kode etik yang dimiliki ASPA (America Society for Public Administration). Nilai-nilai yang dijadikan kode etik bagi administrator public di Amerika Serikat adalah menjaga integritas, kebenaran, kejujuran, ketabahan, respek, beri perhatian, keramahan, cepat tanggap, mengutamakan kepentingan publik, beri perlindungan terhadap informasi yang sepatutnya dirahasiakan, dukungan terhadap “system merit” dan program “affirmative action”.

Untuk membantu menerapkan prinsip-prinsip etika dan moral di Indonesia, pengalaman negara-negara lain perlu diadopsi. Tidak dapat disangkal bahwa pada saat ini Indonesia yang dikenal sebagai negara koruptor nomor muda di dunia, perlu berupaya keras menerapkan prinsip-prinsip etika dan moral. Etika perumusan kebijakan, etika pelaksana kebijakan, etika evaluator kebijakan, etika administrasi publik, etika perencana publik, etika PNS, dan sebagainya, harus diprakarsai dan mulai diterapkan sebelum berkembangnya budaya yang bertentangan dengan moral dan etika.

Etika administrasi publik yang dapat digunakan sebagai referensi bagi para birokrasi publik dalam menjalankan tugas dan wewenangnya yang dikutip oleh Widodo (2006:70), yaitu sebagai berikut:

1. Pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan di atas pelayanan kepada diri sendiri.

2. Rakyat yang berdaulat dan mereka yang bekerja dalam instansi pemerintah dan pada akhirnya bertanggungjawab kepada rakyat.

3. Hukum mengatur semua tindakan dari instansi pemerintah. Dalam artian bahwa semua tindakan birokrasi seharusnya mengacu kepada kepentingan rakyat.

4. Manajemen yang efektif dan efisien merupakan dasar bagi birokrasi. Penyalahgunaan pengaruh, penggelapan, pemborosan dan/atau penyelewengan tidak dapat dibenarkan.

5. Sistem penilaian kecakapan, kesempatan yang sama, dan asas-asas iktikad baik akan didukung, dijalankan dan dikembangkan.

6. Perlindungan terhadap kepercayaan rakyat sangat penting, konflik kepentingan, penyuapan, hadiah, atau faviritisme yang merendahkanjabatan publik untuk kepentingan pribadi tidak diterima.

7. Pelayanan kepada masyarakat menuntut kepekaan khusus dengan cirri-ciri sifat keadilan, keberanian, kejujuran, persamaan, kompetensi dan kasih saying. Birokrasi publik harus menghargai sifat-sifat tersebut secara arif dan bijak untuk melaksanakannya.

8. Hati nurani memegang peranan penting dalam memilihy arah tindakan. Ini memerlukan kesadaran akan makna ganda moral dalam kehidupan dan pengkajian tentang prioritas nilai tujuan yang baik tidak pernah membenarkan cara yang tidak beretika.

9. Para administrator publik tidak hanya terlibat untuk mencegah hal yang tidak etis, tetapi juga untuk mengusahakan hal yang etis melalui pelaksanaan tanggung jawab dengan penuh semangat dan tepat pada waktunya.

Nilai etika tersebut dapat digunakan sebagai rujukan bagi birokrat khususnya para pemimpin dalam bersikap, bertindak, berprilaku, dalam merumuskan kebijakan dalam rangka melaksanakan tugas pokok, fungsi, kewenangan dan tanggungjawabnya, sekaligus dapat digunakan standar untuk menilai, apakah sikap, tindakan, perilaku dan kebijakannya itu dinilai baik atau buruk oleh publik.

Selanjutnya yang dapat digunakan untuk menilai baik buruknya suatu pelayanan publik yang diberikan oleh birokrasi publik dapat dilihat dari baik buruknya penerapan nilai-nilai sebagai berikut:

1. Efisiensi, yaitu para birokrat tidak boros dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat. Dalam artian bahwa para birokrat secara berhati-hati agar memberikan hasil yang sebesar-besarnya kepada publik. Dengan demikian nilai efisiensi lebih mengarah pada penggunaan sumber daya yang dimiliki secara cepat dan tepat, tidak boros dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Jadi dapat dikatakan baik jika administrasi public menjalankan tugas dan kewenangannya secara efisien.

2. Efektivitas, yaitu para birokrat dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan kepada publik harus baik yaitu memenuhi target yang telah ditentukan sebelumnya tercapai. Tujuan yang dimaksud ialah tujuan publik dalam pencapaian tujuannya, bukan tujuan pemberi pelayanan.

3. Kualitas layanan, yaitu kualitas pelayanan yang diberikan oleh para birokrat kepada publik harus memberikan rasa kepuasan kepada yang dilayani. Dalam artian bahwa baik tidaknya pelayanan yang birokrat kepada public ditentukan oleh kualitas pelayanan.

4. Responsivitas, yaitu berkaitan dengan tanggung jawab birokrat dalam merespon kebutuhan publik yang sangat mendesak.birokrat dalam menjalankan dinilai etis jika responsible dan memiliki professional yang sangat tinggi.

5. Akuntabilitas, yaitu berkaitan dengan pertanggungjawaban dalam melaksanakan tugas dan kewenangan administrasi publik. Birokrat yang baik adalah birokrat yang akuntabel dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya.

Menurut Widodo (2006:74), mengatakan bahwa tindakan KKN pada dasarnya terjadi karena hasil pertemuan antara “niat” dengan “kesempatan” yang terbuka. Tindakan KKN bisa terjadi, baik pada birokrat public tingkat tinggi, menengah, maupun rendahan. Karena itu, untuk mencegah KKN menurut Widodo adalah diupayakan tidak mempertemukan antara “niat” dan “kesempatan”, melalui mekanisme akuntabilitas publik, menjujung tinggi dan menegakkan etika administrasi publik pada jajaran birokrasi publik.

AKUNTABILITAS DAN PENGUKURAN KINERJA PEMERINTAHAN

A. SIFAT AKUNTABILITAS PEMERINTAH

Laporan keuangan pemerintah harus menyediakan informasi yang dapat
dipakai oleh pengguna laporan keuangan untuk menilai akuntabilitas pemerintahan
dalam membuat keputusan ekonomi, sosial dan politik. Akuntabilitas diartikan
sebagai hubungan antara pihak yang memegang kendali dan mengatur entitas
dengan pihak yang memiliki kekuatan formal atas pihak pengendali tersebut. Dalam
hal ini dibutuhkan juga pihak ketiga yang accountable untuk memberikan
penjelasan atau alasan yang masuk akal terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan
dan hasil usaha yang diperoleh sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas dan
pencapaian suatu tujuan tertentu. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan,
akuntabilitas pemerintah tidak dapat diketahui tanpa pemerintah memberitahukan
kepada rakyat tentang informasi sehubungan dengan pengumpulan sumber daya
dan sumber dana masyarakat beserta penggunaannya.
Akuntabilitas dapat dipandang dari berbagai perspektif. Dari perspektif
akuntansi, American Accounting Association menyatakan bahwa akuntabilitas
suatu entitas pemerintahan dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu akuntabilitas
terhadap:
1. Sumber daya finansial
2. Kepatuhan terhadap aturan hukum dan kebijaksanaan administratif
3. Efisiensi dan ekonomisnya suatu kegiatan
4. Hasil program dan kegiatan pemerintah yang tercermin dalam pencapaian
tujuan, manfaat dan efektivitas.
Sedangkan dari perspektif fungsional, akuntabilitas dilihat sebagai suatu
tingkatan dengan lima tahap yang berbeda yang diawali dari tahap yang lebih
banyak membutuhkan ukuran-ukuran obyektif (legal compliance) ke tahap yang
membutuhkan lebih banyak ukuran-ukuran subyektif .
Tahap-tahap tersebut adalah :
1. Probity and legality accountability
Hal ini menyangkut pertanggungjawaban penggunaan dana sesuai dengan
anggaran yang telah disetujui dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (compliance).
2. Process accountability
Dalam hal ini digunakan proses, prosedur, atau ukuran-ukuran dalam
melaksanakan kegiatan yang ditentukan (planning, allocating and managing).
3. Performance accountability
Pada lev el ini dilihat apakah kegiatan yang dilakukan sudah efisien (efficient and
economy).
4. Program accountability
Di sini akan disoroti penetapan dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
tersebut (outcomes and effectiveness).
5. Policy accountability
Dalam tahap ini dilakukan pemilihan berbagai kebijakan yang akan diterapkan
atau tidak (value).
Dari perspektif sistem akuntabilitas, terdapat beberapa karakteristik pokok
sistem akuntabilitas ini yaitu :
1. Berfokus pada hasil (outcomes)
2. Menggunakan beberapa indikator yang telah dipilih untuk mengukur kinerja
3. Menghasilkan informasi yang berguna bagi pengambilan keputusan atas suatu
program atau kebijakan
4. Menghasilkan data secara konsisten dari waktu ke waktu
5. Melaporkan hasil (outcomes) dan mempublikasikannya secara teratur.
Akuntabilitas pemerintahan di negara yang menganut paham demokrasi
sebenarnya tidak lepas dari prinsip dasar demokrasi yaitu kedaulatan adalah di
tangan rakyat.
Pemerintahan demokrasi menjalankan dan mengatur kehidupan
rakyat dalam bernegara dengan mengeluarkan sejumlah aturan serta mengambil
dan menggunakan sumber dana masyarakat. Pemerintah wajib memberikan
pertanggungjawabannya atas semua aktivitasnya kepada masyarakat.
Seiring dengan meningkatnya aktivitas pemerintah dalam pengaturan
perdagangan dan industri, perlindungan hak asasi dan kepemilikan serta
penyediaan jasa sosial, timbul kesadaran yang luas untuk menciptakan sistem
pertanggungjawaban pemerintah yang lebih komprehensif. Sistem tersebut antara
lain meliputi sistem anggaran pendapatan dan belanja, organisasi pelayanan
pemerintah, manajemen wilayah yang profesional serta pengembangan praktik
akuntansi dan pelaporan keuangan.
Ternyata dalam pelaksanaannya, keingintahuan masyarakat tentang
akuntabilitas pemerintahan tidak dapat dipenuhi hanya dengan informasi keuangan
saja. Masyarakat ingin tahu lebih jauh apakah pemerintah yang dipilihnya telah
beroperasi dengan ekonomis, efisien dan efektif. Beberapa teknik yang
dikembangkan untuk memperkuat sistem akuntabilitas sangat dipengaruhi oleh
metode yang banyak dipakai dalam akuntansi, manajemen dan riset seperti
management by objectives, anggaran kinerja, riset operasi, audit kepatuhan dan
kinerja, akuntansi biaya, analisis keuangan dan survey yang dilakukan terhadap
masyarakat sendiri. Teknik-teknik tersebut tentunya juga dipakai oleh pemerintah
sendiri untuk meningkatkan kinerjanya.

B. MANAGING FOR RESULT (PENGELOLAAN PENCAPAIAN)

Pelaporan pengukuran kinerja (performance measurement) berkaitan erat
dengan suatu proses yang dinamakan managing for results (pengelolaan
pencapaian). Proses ini timbul terhadap tuntutan yang meningkat bahwa
manajemen pemerintahan perlu memakai pendekatan yang sama dengan
manajemen di sektor swasta maupun organisasi-organisasi nir laba lainnya. Proses
ini merupakan pendekatan komprehensif untuk memfokuskan suatu organisasi
terhadap misi (mission), sasaran (goals ) dan tujuan (objectives).
Tahap-tahap dalam proses managing for results adalah:
1. Perencanaan strategik (strategic planning)
a. Menentukan program
b. Mengidentifikasi kebutuhan masyarakat
c. Menetapkan misi diadakannya suatu program
d. Menetapkan proses managing for results
e. Menetapkan sistem pertanggungjawaban
2. Perencanaan program (program planning)
a. Mengidentifikasi dan menetapkan tujuan dan sasaran program
b. Mengidentifikasi hasil (outcomes)
c. Menilai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
d. Menentukan prioritas dari berbagai tujuan dan sasaran
e. Mengevaluasi kelayakan program
f. Menetapkan strategi awal
g. Mengidentifikasi keluaran (outputs)
h. Membuat benchmark dan cara pengukuran dasar
3. Menetapkan prioritas (setting priorities) dan alokasi sumber daya (allocating
resources)
a. Membuat anggaran atau budget
b. Menentukan prioritas dari berbagai permohonan
c. Mengidentifikasi sumber-sumber pendapatan
d. Memberikan umpan balik atas prioritas yang telah disusun
e. Memberikan dukungan terhadap permohonan diadakannya program
f. Mengajukan permohonan
g. Menganalisis permohonan
h. Mengambil keputusan untuk memenuhi permohonan yang disampaikan
4. Perencanaan dan pengorganisasian kegiatan (activity planning and organization)
a. Menilai sumber-sumber daya yang telah dialokasikan
b. Menetapkan atau modifikasi strategi yang ada
c. Mendapatkan keluaran (outputs)
d. Melaksanakan proses dan kegiatan
e. Mendelegasi tugas dan wewenang
f. Menetapkan tujuan dan sasaran tahunan
g. Menetapkan cara pengukuran
h. Mengaitkan sumber daya dengan outputs dan outcomes
i. Melakukan activity-based costing
5. Manajemen operasi (operation management)
a. Menetapkan sistem manajemen
b. Menentukan filosofi manajemen pemerintahan
c. Melakukan komunikasi dengan pihak luar
d. Memberikan feedback atas hasil yang diperoleh
e. Contingency planning
f. Melakukan pengawasan biaya dan kualitas layanan yang disediakan
g. Memproduksi barang dan jasa
6. Monitor kegiatan (monitoring operations) dan pengukuran pencapaian (measuring
results)
a. Mendapatkan informasi mengenai pencapaian (results)
b. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian
c. Menggolongkan pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah dan oleh pihak
lain selain pemerintah
d. Melaporkan explanatory factors
e. Melakukan pengukuran pencapaian
f. Melakukan monitoring pendapatan dan belanja
7. Analisis pencapaian, pelaporan pencapaian dan mendapatkan umpan balik
mengenai pencapaian tersebut (analysis of, reporting and obtaining feedback on
results)
a. Melakukan analisis untuk pencapaian jangka panjang dan jangka pendek
b. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian
c. Memahami strategi dan ouputs
d. Melakukan verifikasi atas informasi kinerja
e. Analisis anggaran dibandingkan aktuaris
f. Melakukan evaluasi kinerja dan audit
g. Melaporkan pencapaian kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan dapat
dipercaya
h. Melakukan jajak pendapat kepada warga masyarakat
i. Mendapatkan umpan balik.


C. AKUNTABILITAS DAN PELAPORAN KEUANGAN

Tujuan pemerintah adalah melayani kebutuhan masyarakat dengan sebaikbaiknya,
yang dilaksanakan dengan pembentukan departemen atau dinas yang
melaksanakan program. Kinerja departemen atau dinas tersebut tidak dapat diukur
dengan rasio-rasio yang biasa didapatkan dari sebuah laporan keuangan seperti
return on investment, jumlah sumber daya yang digunakan atau rasio pendapatan
dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan. Hal ini disebabkan karena
sebenarnya dalam kinerja pemerintah tidak pernah ada “net profit”. Kewajiban
pemerintah untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya dengan sendirinya
dipenuhi dengan menyampaikan informasi yang relevan sehubungan dengan hasil
dari program yang dilaksanakan kepada wakil rakyat dan juga kelompok-kelompok
masyarakat yang memang ingin menilai kinerja pemerintah.
Pelaporan keuangan pemerintah pada umumnya hanya menekankan pada
pertanggungjawaban apakah sumber daya yang diperoleh sudah digunakan sesuai
dengan anggaran atau perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian
pelaporan keuangan yang ada hanya memaparkan informasi yang berkaitan dengan
sumber pendapatan pemerintah, bagaimana penggunaannya dan posisi keuangan
pemerintah saat itu. Jika hal ini dikaitkan dengan perspektif fungsional
akuntabilitas, maka baru tahap probity and legality accountability (compliance) yang
dipenuhi. Di sini tampak bahwa jika Indonesia hanya menerapkan pertanggungjawaban
anggaran belanja dan pendapatan daerah atau negara, maka
dalam kaitannya dengan penjelasan di atas, akuntabilitas pemerintahan di
Indonesia baru sebatas tahap kepatuhan atau compliance. Harus diingat, tahap ini
barulah tahap awal dari lima tahap akuntabilitas sesuai perspektif fungsional..
Pembandingan tujuan pelaporan keuangan antara perusahaan (business
enterprises) dengan organisasi nir laba (not-for-profit organizations) sebagai berikut.
Dalam perusahaan, pelaporan keuangan harus menyediakan informasi sehubungan
dengan kinerja keuangan perusahaan (financial performance) dalam periode
tertentu. Fokus utamanya adalah informasi mengenai kinerja perusahaan dengan
mengukur pendapatan (comprehensive income) dan komponen-komponennya.
Sedangkan dalam organisasi nir laba pelaporan keuangan harus menyediakan
Jurnal Akuntansi & Keuangan.
informasi sehubungan dengan kinerja (performance) dalam periode tertentu.
Informasi yang paling dibutuhkan untuk menilai kinerja ini adalah pengukuran
periodik atas perubahan jumlah dan sifat net resources dari organisasi yang
bersangkutan dan informasi mengenai service efforts and accomplishment.

D. ELEMEN PELAPORAN PENGUKURAN KINERJA

Government Accounting Standard Board (GASB), dalam Concept Statements No.2
membagi pengukuran kinerja dalam tiga kategori indikator, yaitu (1) indikator
pengukuran service efforts, (2) indikator pengukuran service accomplishment, dan (3)
indikator yang menghubungkan antara efforts dengan accomplishment. Service
efforts berarti bagaimana sumber daya digunakan untuk melaksanakan berbagai
program atau pelayanan jasa yang beragam. Service accomplishment diartikan
sebagai prestasi dari program tertentu. Di samping itu perlu disampaikan juga
penjelasan tertentu berkaitan dengan pelaporan kinerja ini (explanatory
information).
Pengukuran-pengukuran ini melaporkan jasa apa saja yang disediakan
oleh pemerintah, apakah jasa tersebut sudah memenuhi tujuan yang ditentukan dan
apakah efek yang ditimbulkan terhadap penerima layanan/jasa tersebut.
Pembandingan service efforts dengan service accomplishment merupakan dasar
penilaian efisiensi operasi pemerintah (GASB, 1994).
Measure of Efforts
Efforts atau usaha adalah jumlah sumber daya keuangan dan non keuangan,
dinyatakan dalam uang atau satuan lainnya, yang dipakai dalam pelaksanaan suatu
program atau jasa pelayanan. Pengukuran service efforts meliputi pemakaian rasio
yang membandingkan sumber daya keuangan dan non keuangan dengan ukuran
lain yang menunjukkan permintaan potensial atas jasa yang diberikan seperti
populasi umum, populasi jasa atau panjang jalan raya.
Contoh sumber daya keuangan adalah biaya gaji, fasilitas pegawai, peralatan,
perlengkapan dan kontrak-kontrak pelayanan. Pengukuran efforts yang berkaitan
dengan sumber daya keuangan antara lain adalah dana yang digunakan untuk
pendidikan dan dana pendidikan untuk per orang siswa, dana untuk transpor publik
dan dana transpor publik per orang, dana untuk investigasi kejahatan dan dana
investasi kejahatan per kapita. Tampak bahwa pengukuran efforts ini selain melihat
pemakaian dana untuk kegiatan tertentu, juga pemakaian dana untuk kegiatan
tertentu tersebut dikaitkan dengan jumlah pengguna.
Contoh sumber daya non keuangan yang paling utama adalah jumlah personalia
pemerintah. Ukuran yang paling sering dipakai adalah jumlah pegawai (ekuivalen
dengan pegawai dengan jam kerja penuh) atau jumlah jam kerja per jasa yang
diberikan. Misalnya jumlah guru untuk seluruh murid atau per murid. Selain
personalia, contoh sumber daya non keuangan adalah fasilitas umum lainnya seperti
kendaraan, gedung pemerintah atau jalan raya.
Measures of Accomplishment
Ada dua jenis ukuran accomplishment atau prestasi yaitu outputs dan
outcomes. Outputs mengukur kuantitas jasa yang disediakan, dan outcomes
mengukur hasil dari penyediaan outputs tersebut.
Outputs dapat mengukur hanya sebatas kuantitas jasa yang disediakan, atau
lebih dari itu, mengukur kuantitas jasa yang disediakan yang memenuhi standar
kualitas tertentu. Misalnya, outputs mengukur jumlah siswa yang lulus, jumlah
angkutan umum, jumlah jalan raya yang diperbaiki. Lebih lanjut, outputs juga bisa
mengukur jumlah siswa yang lulus dengan batas nilai tertentu, jumlah angkutan
umum yang memenuhi jadwal keberangkatan dan kedatangan dengan tepat, jumlah
jalan raya yang diperbaiki dengan kondisi memuaskan.
Outcomes mengukur hasil yang muncul dari output yang ada, misalnya
persentase siswa yang mempunyai keahlian tertentu dalam membaca, jumlah
penumpang yang dapat terlayani oleh angkutan umum, persentase jalan raya yang
dalam kondisi amat bagus dan kondisi bagus. Outcomes ini akan sangat berguna jika
dalam penggunaannya dibandingkan dengan outcomes tahun-tahun sebelumnya
atau dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya, pada
tahun ini 30% masyarakat telah dapat dilayani dengan angkutan umum, yang
berarti naik 5% dibandingkan dengan tahun lalu, meskipun ini masih belum
memenuhi target melayani masyarakat yang ditetapkan sebesar 40%.
Pembandingan yang pertama adalah pembandingan antara efforts dengan
outputs untuk mengukur efisiensi. Informasi yang ingin diberikan adalah sejauh
mana hasil yang diberikan sehubungan dengan jumlah tertentu sumber daya yang
dipakai. Contoh pengukuran efisiensi ini misalnya biaya yang dikeluarkan untuk
tiap siswa yang lulus, biaya perbaikan per kilometer jalan raya, biaya investigasi per
kasus kejahatan yang terjadi.
Pembandingan yang kedua adalah pembandingan antara efforts dengan
outcomes. Pembandingan ini juga untuk mengukur efisiensi namun dalam target
tertentu. Misalnya biaya yang dikeluarkan untuk tiap siswa yang lulus dengan
kemampuan membaca yang sangat bagus, biaya perbaikan per kilometer jalan raya
menjadi jalan dalam kondisi bagus, biaya investigasi per kasus kejahatan yang
terjadi yang berhasil diselesaikan.
Informasi ini juga akan lebih berguna jika dibandingkan dengan tingkat
efisiensi tahun sebelumnya dan dibandingkan dengan target pencapaian tingkat
efisiensi tertentu. Hal ini dikenal juga dengan istilah indeks produktivitas atau
indeks efisiensi. Indeks ini dihitung dengan mengaitkan rasio produktivitas atau
efisiensi tahun sekarang dengan satu tahun dasar tertentu.

Explanatory Information
Dalam hal ini kepada para pengguna laporan diberitahukan juga explanatory
information atau berbagai macam informasi yang relevan dengan layanan yang
diberikan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi pemerintah,
yang dikelompokkan dalam dua elemen sebagai berikut:
1. Elemen di luar kontrol pemerintah seperti kondisi demografi dan lingkungan.
Sebagai contoh adalah jumlah siswa dalam keluarga yang berada di bawah garis
kemiskinan, tingkat kepadatan penduduk di area tertentu sebagai tempat
program dilaksanakan, dan tingkat pengangguran.
2. Elemen yang dapat dikontrol oleh pemerintah secara signifikan seperti pola dan
komposisi personalia. Sebagai contoh adalah rasio jumlah guru dan murid, jumlah
bis untuk jalur angkutan tertentu, jenis konstruksi yang disyaratkan untuk jalan
raya, jumlah polisi per kapita.
Indikator-indikator di atas dapat diringkas sebagai berikut.
A. Indicators of Service Efforts
1. Inputs – adalah nilai uang yang dikeluarkan dalam periode tertentu, yang biasdi nyatakan dalam
a. Current dollar
b. Constant dollar
c. Satuan per rumah tangga atau per kapita dalam current atau constant
dollar
2. Inputs – adalah satuan sumber daya non finansial, misalnya jumlah waktu
yang digunakan, dalam tahun atau dalam jam kerja
B. Indicators of Service Accomplishment
1. Outputs – adalah jumlah layanan, bisa pada kualitas layanan tertentu yang
diselesaikan
2. Outcomes – adalah kualitas dan efektivitas layanan
C. Indicators that relate service efforts to accomplishment (efficiency indicators)
1. Inputs/Outputs
2. Inputs/Outcomes
3. Indeks efisiensi.
D. Explanatory information
1. Elemen di luar kontrol pemerintah
2. Elemen yang dapat dikontrol oleh pemerintah secara signifikan



E. MANFAAT PENGUKURAN KINERJA

Wayne C. Parker (1996:3) menyebutkan lima manfaat adanya pengukuran
kinerja suatu entitas pemerintahan, yaitu:
1. Pengukuran kinerja meningkatkan mutu pengambilan keputusan.
Seringkali keputusan yang diambil pemerintah dilakukan dalam keterbatasan
data dan berbagai pertimbangan politik serta tekanan dari pihak-pihak yang
berkepentingan. Proses pengembangan pengukuran kinerja ini akan
memungkinkan pemerintah untuk menentukan misi dan menetapkan tujuan
pencapaian hasil tertentu. Di samping itu dapat juga dipilih metode pengukuran
kinerja untuk melihat kesuksesan program yang ada. Di sisi lain, adanya
pengukuran kinerja membuat pihak legislatif dapat memfokuskan perhatian
pada hasil yang didapat, memberikan evaluasi yang benar terhadap pelaksanaan
anggaran serta melakukan diskusi mengenai usulan-usulan program baru.
2. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal.
Dengan adanya pengukuran kinerja ini, secara otomatis akan tercipta
akuntabilitas di seluruh lini pemerintahan, dari lini terbawah sampai teratas.
Lini teratas pun kemudian akan bertanggungjawab kepada pihak legislatif.
Dalam hal ini disarankan pemakaian system pengukuran standar seperti halnya
management by objectives untuk mengukur outputs dan outcomes.
3. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik.
Meskipun bagi sebagian pihak, pelaporan evaluasi kinerja pemerintah kepada
masyarakat dirasakan cukup menakutkan, namun publikasi laporan ini sangat
penting dalam keberhasilan sistem pengukuran kinerja yang baik. Keterlibatan
masyarakat terhadap pengambilan kebijakan pemerintah menjadi semakin besar
dan kualitas hasil suatu program juga semakin diperhatikan.
4. Pengukuran kinerja mendukung perencanaan stategi dan penetapan tujuan.
Proses perencanaan strategi dan tujuan akan kurang berarti tanpa adanya
kemampuan untuk mengukur kinerja dan kemajuan suatu program. Tanpa
ukuran-ukuran ini, kesuksesan suatu program juga tidak pernah akan dinilai
dengan obyektif.
5. Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas untuk menentukan
penggunaan sumber daya secara efektif.
Masyarakat semakin kritis untuk menilai program-program pokok pemerintah
sehubungan dengan meningkatnya pajak yang dikenakan kepada mereka.
Evaluasi yang dilakukan cenderung mengarah kepada penilaian apakah
pemerintah memang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat. Dalam hal ini pemerintah juga mempunyai kesempatan untuk
menyerahkan sebagian pelayanan publik kepada sektor swasta dengan tetap
bertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik.
Dengan adanya pengukuran, analisis dan evaluasi terhadap data yang
berkaitan dengan kinerja, pemerintah dapat segera menentukan berbagai cara
untuk mempertahankan atau meningkatkan efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan
dan sekaligus memberikan informasi obyektif kepada publik mengenai pencapaian
hasil (results) yang diperoleh.
Lebih lanjut, Wayne C, Parker (1996:10) membuat sebuah model laporan
penelitian mengenai pelaksanaan program-program pengukuran kinerja pemerintah
yang dilakukan di negara-negara bagian di Amerika Serikat. Model ini memberikan
status yang jelas mengenai kondisi program-program pengukuran kinerja
pemerintah dan melihat berapakah jumlah negara bagian yang benar-benar
menjalankan program ini dengan bagus. Dengan pengamatan ini diharapkan
pemerintah juga lebih terfokus dalam menetapkan dan melaksanakan program
pengukuran kinerja yang benar-benar menjadi prioritas.





















F. KETERBATASAN PELAPORAN PENGUKURAN KINERJA

Pengukuran kinerja bukan merupakan satu-satunya alat yang dipakai untuk
menilai akuntabilitas pemerintahan. Seperti halnya dengan keterbatasan pelaporan
pengukuran kinerja lainnya, ada beberapa keterbatasan yang perlu dipahami oleh
para pengguna pelaporan pengukuran kinerja ini agar informasi yang diperoleh
dapat digunakan sebaik-baiknya.
Keterbatasan-keterbatasan itu antara lain:
1. Pemakaian satu ukuran tertentu tidak disarankan mengingat satu ukuran yang
dipakai tidak dapat menggambarkan secara lengkap hasil yang dicapai oleh
pemerintah. Pengguna laporan pengukuran kinerja diharapkan menggunakan
juga lebih dari satu ukuran.
2. Informasi mengenai kinerja ini tidak menjelaskan alasan yang membuat
pemerintah hanya mencapai prestasi tertentu, bagaimana meningkatkannya dan sejauh mana pengaruh factor- factor lain dalam pencapaian kinerja tersebut.
Misalnya kemampuan akademik seorang siswa tidak sepenuhnya dipengaruhi
oleh sistem pendidikan tetapi juga sesering apakah siswa tersebut berlatih
bersama orang tua atau siswa yang lain.
3. Proses dan strategi yang dipakai untuk menyediakan jasa seringkali tidak
disampaikan dalam pelaporan ini walaupun hal tersebut merupakan informasi
penting untuk memahami mengapa pemerintah hanya mencapai prestasi
tertentu.